Masalah BUMDes: Tata Kelola Lemah Hingga Pendampingan
Masalah BUMDes: Tata Kelola Lemah Hingga Pendampingan

Masalah BUMDes: Tata Kelola Lemah Hingga Pendampingan

Masalah BUMDes: Tata Kelola Lemah Hingga Pendampingan

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Masalah BUMDes: Tata Kelola Lemah Hingga Pendampingan
Masalah BUMDes: Tata Kelola Lemah Hingga Pendampingan

Masalah BUMDes lembaga Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga ekonomi yang dibentuk dan dikelola oleh pemerintah desa dan masyarakat. Tujuannya untuk mengelola potensi lokal secara mandiri, profesional, dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan warga. BUMDes berperan sebagai penggerak ekonomi desa dengan prinsip partisipatif, transparan, dan akuntabel.

Lembaga ini di harapkan menjadi lokomotif ekonomi desa sekaligus simbol kemandirian masyarakat perdesaan. Berdiri di atas prinsip partisipasi dan pemberdayaan, di rancang untuk mengelola potensi lokal secara profesional dan berkelanjutan. Namun, kenyataannya di lapangan menunjukkan bahwa banyak yang justru stagnan, tak beroperasi, atau bahkan menjadi sumber konflik internal desa.

Hingga akhir 2023, data dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mencatat ada lebih dari 60.000 BUMDes yang telah terbentuk di seluruh Indonesia. Namun, hanya sekitar 17% atau sekitar 10.300 BUMDes yang tercatat aktif dan menghasilkan keuntungan berkelanjutan. Fakta ini menunjukkan adanya kesenjangan serius antara kuantitas dan kualitas pengelolaan BUMDes.

Salah satu akar masalah terletak pada tata kelola internal yang lemah. Banyak BUMDes di jalankan tanpa struktur organisasi yang jelas, tidak memiliki standar operasional prosedur (SOP), dan tidak menyusun rencana usaha secara sistematis. Pengambilan keputusan sering kali di lakukan tanpa melalui kajian usaha yang matang, bahkan tanpa melibatkan masyarakat desa secara luas.

Menurut laporan Inspektorat Jenderal Kemendes tahun 2022, sekitar 52% BUMDes tidak memiliki laporan keuangan yang akurat dan transparan. Sebagian besar masih menggunakan pencatatan manual atau bahkan tidak mencatat transaksi keuangan sama sekali. Ini menyulitkan proses audit, pengawasan, dan pengambilan keputusan berbasis data.

Masalah BUMDes terlihat jelas dalam kasus di Kabupaten Sampang, Madura. Modal awal sebesar Rp150 juta di gunakan untuk membuka unit usaha toko kelontong. Namun, kurang dari setahun, usaha ini tutup karena manajemen stok tidak tertata, harga tidak kompetitif, dan promosi yang minim. Akibatnya, dana desa yang di investasikan tidak memberikan dampak ekonomi dan sosial yang di harapkan.

Masalah BUMDes: Minim Pendampingan Dan Kurangnya SDM Kompeten

Masalah BUMDes: Minim Pendampingan Dan Kurangnya SDM Kompeten masalah lain yang krusial adalah minimnya pendampingan profesional dan rendahnya kapasitas SDM lokal. Meski Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) telah menempatkan pendamping di sebagian besar desa, namun rasio pendamping desa saat ini masih satu orang untuk 3–5 desa. Dengan tanggung jawab yang luas, pendamping tidak mampu fokus pada pengembangan BUMDes secara mendalam.

Selain kuantitas, kualitas pendamping juga belum memadai. Banyak pendamping hanya memiliki kapasitas administrasi dan belum di bekali pelatihan kewirausahaan, analisis bisnis, maupun pemasaran digital. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam menyusun model bisnis yang sesuai dan beradaptasi dengan tantangan pasar modern.

Di sisi lain, pengurus sering kali di pilih berdasarkan relasi politik atau kedekatan pribadi, bukan karena kompetensi dan pengalaman. Laporan dari The SMERU Research Institute pada 2022 menunjukkan bahwa sebanyak 63% pengurus tidak memiliki latar belakang manajemen atau ekonomi, sehingga mereka kesulitan menjalankan fungsi manajerial secara efektif.

Contoh kasus nyata dapat di temukan di Kecamatan Wonomerto, Kabupaten Probolinggo. Sebuah BUMDes diberikan modal Rp300 juta untuk mengelola unit usaha penyewaan alat pesta. Namun karena kurangnya promosi, tidak adanya pembukuan, dan strategi operasional yang lemah, unit usaha tersebut tidak berkembang dan kini terhenti total. Padahal kebutuhan atas jasa sejenis cukup tinggi di wilayah tersebut.

Ketimpangan Regulasi Dan Ketiadaan Model Usaha Yang Tepat Guna

Ketimpangan Regulasi Dan Ketiadaan Model Usaha Yang Tepat Guna legalitas BUMDes di perkuat melalui Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2021 yang menegaskan bahwa BUMDes adalah badan hukum yang dapat menjalankan kegiatan ekonomi dan bekerja sama dengan berbagai pihak. Namun, implementasi regulasi ini masih timpang. Banyak pemerintah desa belum sepenuhnya memahami prosedur legalisasi, penyusunan AD/ART, hingga manajemen akuntabilitas usaha.

Dampaknya, akses terhadap pembiayaan formal sangat terbatas. Hanya BUMDes berbadan hukum yang dapat mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR), bergabung dalam katalog elektronik lokal (e-katalog), atau menjalin kerja sama dengan BUMN dan sektor swasta.

Selain regulasi, tidak adanya pemetaan potensi ekonomi desa yang menyeluruh membuat banyak desa membuka usaha yang generik dan tidak berbasis kekuatan lokal. Menurut survei dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB, sekitar 70% BUMDes tidak menyusun studi kelayakan bisnis sebelum memulai usaha.

Akibatnya, banyak unit usaha seragam seperti toko sembako, simpan pinjam, atau penyewaan alat tanpa diferensiasi, yang berujung pada kegagalan. Di beberapa desa di Jawa Tengah, toko milik BUMDes kalah bersaing dengan warung modern berjaringan karena tidak mampu memberikan pelayanan yang lebih baik atau harga yang bersaing.

Ketiadaan inovasi dalam model usaha juga menjadi masalah. Hanya sedikit yang merintis usaha berbasis digital, seperti platform e-commerce lokal, layanan keuangan digital, atau wisata edukatif yang di kelola secara profesional.

Membangun Jalan Keluar: Sinergi, Inovasi, Dan Akuntabilitas

Membangun Jalan Keluar: Sinergi, Inovasi, Dan Akuntabilitas mengatasi masalah BUMDes membutuhkan pendekatan sistemik dan kolaboratif. Beberapa strategi penting dapat di terapkan antara lain:

a. Pemetaan Potensi Ekonomi Desa
Pemerintah pusat dan daerah perlu bekerja sama dengan universitas dan lembaga riset untuk melakukan pemetaan potensi ekonomi desa secara komprehensif. Dengan data spasial dan demografis yang akurat, BUMDes dapat di arahkan membuka usaha berbasis potensi unggulan desa seperti hasil pertanian spesifik, kerajinan lokal, atau jasa wisata berbasis budaya.

b. Peningkatan Kapasitas SDM
Pendidikan dan pelatihan untuk pengurus BUMDes harus di perluas dan difokuskan pada manajemen bisnis, literasi digital, pemasaran, serta pengelolaan keuangan. Platform seperti BUMDes.ID dapat dimaksimalkan sebagai media pembelajaran daring berkelanjutan. Pelatihan perlu dikaitkan dengan praktik langsung, seperti magang di lembaga sukses atau program inkubasi usaha desa yang di fasilitasi BUMN atau perguruan tinggi.

c. Digitalisasi Pelaporan dan Transparansi
Sistem pelaporan berbasis digital perlu di kembangkan agar pengelolaan dapat dipantau secara real-time oleh masyarakat, pemerintah daerah, dan auditor. Transparansi ini akan mendorong akuntabilitas dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini.

d. Kemitraan Strategis
Kemitraan antara BUMDes dengan sektor swasta, koperasi, dan BUMN perlu di fasilitasi lebih intensif. Skema seperti pembelian hasil pertanian desa oleh BUMN pangan, kerjasama logistik, dan pendampingan branding produk desa bisa menjadi langkah konkret. Program “BUMDes Go Digital” dan “BUMDes Bersama” yang di canangkan Kemendes harus diperluas implementasinya ke banyak daerah.

BUMDes merupakan peluang besar untuk menggerakkan ekonomi desa dari bawah. Namun, tanpa tata kelola yang baik, SDM yang kompeten, pemetaan potensi yang tepat, dan dukungan regulasi yang merata, lembaga ini hanya akan menjadi formalitas yang tidak memberikan dampak berarti. Masa depan desa sangat di tentukan oleh kemampuan mengelola potensi lokal secara inovatif, partisipatif, dan akuntabel. Menguatkan lembaga ini berarti memperkuat fondasi pembangunan Indonesia dari desa, namun tanpa pembenahan yang tepat, semua ini akan terkendala oleh Masalah BUMDes.

 

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait