
DAERAH

Meriah Parade Ogoh-Ogoh Warnai Malam Pengrupukan Di Bali
Meriah Parade Ogoh-Ogoh Warnai Malam Pengrupukan Di Bali

Meriah Parade ogoh-ogoh warnai malam pengrupukan di bali, pengrupukan di Bali berlangsung meriah dengan parade Ogoh-Ogoh yang menghiasi berbagai sudut kota dan desa. Ribuan warga serta wisatawan tumpah ruah ke jalan untuk menyaksikan arak-arakan patung raksasa yang menjadi bagian dari tradisi menyambut Hari Raya Nyepi.
Ogoh-Ogoh merupakan simbol Bhuta Kala, yaitu kekuatan negatif dan roh jahat yang harus disucikan sebelum memasuki Tahun Baru Saka. Patung-patung ini dibuat dengan berbagai bentuk menyeramkan, mulai dari raksasa mitologi, hewan mistis, hingga tokoh-tokoh yang merepresentasikan kejahatan dalam kehidupan.
Di Kota Denpasar, parade Ogoh-Ogoh di pusatkan di Lapangan Puputan Badung. Sejak sore hari, ribuan warga sudah memadati lokasi untuk melihat langsung kreativitas para seniman muda yang telah berbulan-bulan menyiapkan Ogoh-Ogoh mereka. Salah satu peserta, I Wayan Aditya, mengaku bangga bisa berpartisipasi dalam tradisi ini. “Kami membuat Ogoh-Ogoh setinggi lima meter dengan konsep raksasa penjaga gerbang neraka. Prosesnya membutuhkan waktu hampir dua bulan,” ujarnya.
Parade semakin meriah saat Ogoh-Ogoh mulai di arak keliling desa dengan di iringi gamelan Bali dan sorak sorai penonton. Beberapa Ogoh-Ogoh bahkan di lengkapi dengan teknologi modern seperti lampu LED dan efek suara untuk menambah kesan dramatis. Setelah di arak, beberapa Ogoh-Ogoh kemudian di bakar sebagai simbol pembersihan dari segala unsur negatif.
Meriah Parade Gubernur Bali, I Wayan Koster, yang turut hadir dalam perayaan ini menyatakan bahwa parade Ogoh-Ogoh bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga memiliki nilai spiritual yang mendalam. “Tradisi ini mengajarkan kita untuk selalu menjaga keseimbangan antara kebaikan dan keburukan dalam kehidupan. Selain itu, parade ini juga menjadi ajang kreativitas bagi generasi muda Bali,” katanya.
Antusiasme Warga Dan Wisatawan Tinggi, Jalanan Di padati Penonton
Antusiasme Warga Dan Wisatawan Tinggi, Jalanan Di padati Penonton, dalam Pengrupukan di Bali berlangsung semarak dengan parade Ogoh-Ogoh yang menarik perhatian ribuan warga dan wisatawan. Jalan-jalan utama di berbagai daerah, seperti Denpasar, Ubud, dan Kuta, di penuhi penonton yang ingin menyaksikan arak-arakan patung raksasa simbol pengusiran roh jahat sebelum Hari Raya Nyepi.
Sejak sore hari, masyarakat sudah mulai berkumpul di sepanjang rute parade, membawa kamera dan ponsel untuk mengabadikan momen tahunan ini. Antusiasme terlihat dari riuh tepuk tangan dan sorakan setiap kali Ogoh-Ogoh dengan desain unik melintas di hadapan mereka. Tidak hanya masyarakat lokal, wisatawan mancanegara juga turut menikmati perayaan ini.
“Saya sudah lama ingin melihat parade ini secara langsung, dan ternyata lebih luar biasa dari yang saya bayangkan,” ujar Lisa, wisatawan asal Australia. “Kreasi Ogoh-Ogoh sangat detail, musiknya menggetarkan, dan energinya luar biasa!”
Di beberapa titik, kepadatan penonton sempat membuat arus lalu lintas tersendat. Namun, aparat kepolisian dan pecalang (petugas keamanan adat Bali) sigap mengatur jalannya parade agar tetap berjalan lancar. Beberapa ruas jalan bahkan di tutup sementara untuk memberikan ruang bagi peserta parade dan penonton.
Pemerintah daerah mengapresiasi tingginya partisipasi masyarakat dalam menjaga ketertiban selama perayaan berlangsung. “Kami bangga melihat bagaimana warga dan wisatawan bersama-sama menikmati tradisi ini dengan penuh semangat namun tetap tertib,” ujar Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara.
Parade Ogoh-Ogoh ini tidak hanya menjadi ajang pelestarian budaya. Tetapi juga berkontribusi pada sektor pariwisata Bali. Dengan meningkatnya jumlah wisatawan yang datang untuk menyaksikan perayaan, ekonomi lokal pun ikut terdongkrak. Terutama bagi pedagang makanan, perajin suvenir, dan penyedia jasa wisata.
Setelah parade usai, masyarakat Bali bersiap menjalani Nyepi dengan penuh khidmat. Dari kemeriahan malam Pengrupukan, keesokan harinya Bali akan beralih dalam suasana sunyi untuk menjalankan Catur Brata Penyepian, sebuah tradisi unik yang membedakan Pulau Dewata dari tempat lain di dunia.
Meriah Parade Ogoh-Ogoh Karya Seniman Lokal Tampilkan Keunikan Dan Kreativitas
Meriah Parade Ogoh-Ogoh Karya Seniman Lokal Tampilkan Keunikan Dan Kreativitas, parade Ogoh-Ogoh yang meramaikan Malam Pengrupukan tahun ini kembali menjadi ajang unjuk kreativitas bagi para seniman lokal di Bali. Berbagai patung raksasa yang di arak di jalanan tidak hanya menampilkan sosok-sosok mitologi, tetapi juga menunjukkan keahlian luar biasa para perajin dalam menciptakan karya seni yang memukau.
Ogoh-Ogoh, yang melambangkan Bhuta Kala atau kekuatan negatif, di buat dengan berbagai bentuk yang menyeramkan namun tetap artistik. Tahun ini, beberapa Ogoh-Ogoh menampilkan inovasi menarik. Seperti penggunaan lampu LED, mekanisme penggerak otomatis, hingga kombinasi material ramah lingkungan.
Salah satu peserta parade, I Made Wira, seorang seniman muda dari Denpasar, mengatakan bahwa timnya membutuhkan waktu lebih dari dua bulan untuk menyelesaikan Ogoh-Ogoh berukuran tujuh meter yang mereka buat. “Kami ingin menampilkan karakter raksasa dari kisah Ramayana dengan detail yang lebih hidup. Kami juga menggunakan bahan ringan seperti bambu dan kertas agar lebih mudah di arak,” ujarnya.
Selain tokoh-tokoh mitologi Hindu, beberapa Ogoh-Ogoh juga menggambarkan fenomena sosial dan isu lingkungan, seperti ancaman polusi, keserakahan manusia, hingga budaya modern yang bertentangan dengan nilai tradisional. Karya-karya ini tidak hanya menjadi hiburan visual, tetapi juga menyampaikan pesan moral kepada masyarakat.
Setelah di arak keliling desa atau kota, beberapa Ogoh-Ogoh di bakar sebagai simbol penyucian diri dan pembuangan energi negatif sebelum memasuki Tahun Baru Saka. Namun, beberapa lainnya di simpan untuk di pamerkan atau di lombakan dalam kompetisi seni tahunan.
Makna Pengrupukan: Ritual Menyucikan Alam Sebelum Hari Raya Nyepi
Makna Pengrupukan: Ritual Menyucikan Alam Sebelum Hari Raya Nyepi, malam pengrupukan menjadi momen penting bagi masyarakat Hindu di Bali dalam rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi. Ritual ini di lakukan sehari sebelum Nyepi sebagai bentuk penyucian alam dan diri dari segala energi negatif, agar umat Hindu dapat memasuki Tahun Baru Saka dengan jiwa yang bersih dan penuh kedamaian.
Pengrupukan memiliki makna spiritual yang mendalam. Yaitu mengusir kekuatan jahat atau Bhuta Kala yang di yakini bisa mengganggu keseimbangan hidup manusia. Prosesi ini di lakukan dengan berbagai cara. Mulai dari upacara pecaruan. Pawai Ogoh-Ogoh, hingga bunyi-bunyian khas yang di percaya dapat menghalau roh jahat.
Sejak sore hari, masyarakat Bali menggelar ritual pecaruan di masing-masing rumah dan pura. Upacara ini melibatkan persembahan berupa sesajen yang terdiri dari berbagai jenis makanan, daun-daunan, serta hewan kurban kecil seperti ayam atau bebek. Persembahan ini di tujukan kepada Bhuta Kala agar mereka tidak mengganggu keseimbangan alam.
Puncak Pengrupukan di tandai dengan arak-arakan Ogoh-Ogoh. Patung raksasa yang melambangkan kekuatan negatif. Setelah di arak keliling desa, beberapa Ogoh-Ogoh di bakar sebagai simbol penghancuran kejahatan dan penyucian lingkungan. “Membakar Ogoh-Ogoh adalah cara kami untuk menghilangkan sifat buruk dalam diri. Dan menjaga keseimbangan alam semesta,” ujar I Ketut Sudarma, seorang pemangku di Denpasar.
Selain itu, masyarakat juga melakukan tradisi mengusir roh jahat dengan membunyikan alat-alat. Seperti kentongan, gong, hingga petasan di sekitar rumah dan lingkungan mereka. Suara-suara ini di yakini mampu mengusir makhluk halus agar tidak mengganggu kehidupan manusia.
Meriah Parade setelah prosesi pengrupukan selesai, umat Hindu Bali bersiap memasuk. Hari Raya Nyepi dengan menjalankan Catur Brata Penyepian, yaitu empat pantangan yang meliputi amati geni (tidak menyalakan api atau listrik). Amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak menikmati hiburan).