Lawan Pungli Lewat Digitalisasi Pelayanan Publik
Lawan Pungli Lewat Digitalisasi Pelayanan Publik

Lawan Pungli Lewat Digitalisasi Pelayanan Publik

Lawan Pungli Lewat Digitalisasi Pelayanan Publik

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Lawan Pungli Lewat Digitalisasi Pelayanan Publik
Lawan Pungli Lewat Digitalisasi Pelayanan Publik

Lawan Pungli pungutan liar (pungli) merupakan praktik ilegal yang telah lama mencederai sistem pelayanan publik di Indonesia. Dari pengurusan dokumen kependudukan hingga perizinan usaha, masyarakat kerap dihadapkan pada biaya tambahan yang tidak tercatat secara resmi. Kondisi ini memperparah ketidakpercayaan publik terhadap aparatur negara dan memperlambat agenda reformasi birokrasi.

Sejak pembentukan Satgas Saber Pungli pada tahun 2016, upaya pemberantasan praktik ini di lakukan lewat penindakan, edukasi, dan pelaporan masyarakat. Namun, berdasarkan laporan terbaru dari Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), pungli masih di temukan di lebih dari 60% titik layanan publik, terutama di sektor pendidikan, transportasi, dan administrasi kependudukan.

Untuk menjawab tantangan ini, pemerintah mengedepankan digitalisasi sebagai strategi utama. Teknologi digital di yakini mampu mengurangi interaksi langsung antara masyarakat dan petugas, sekaligus menyediakan mekanisme transparansi yang lebih kuat. Melalui digitalisasi, setiap proses pelayanan tercatat, terpantau, dan bisa di audit, sehingga ruang untuk praktik pungli semakin menyempit.

“Digitalisasi pelayanan publik tidak hanya mempercepat birokrasi, tapi juga membentengi integritas institusi negara dari praktik korupsi skala kecil seperti pungli,” ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Abdullah Azwar Anas, dalam sebuah forum nasional pada awal 2024.

Lawan Pungli menjadi bagian penting dari upaya nasional melalui transformasi digital, yang masuk ke dalam prioritas Grand Design Reformasi Birokrasi 2020–2025. Target utamanya adalah agar seluruh layanan publik utama terintegrasi secara digital pada tahun 2025. Beberapa inisiatif unggulan dalam agenda ini meliputi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), aplikasi perizinan online, hingga layanan terpadu satu pintu (PTSP) berbasis daring.

Lawan Pungli: Daerah Yang Sukses Melawan Pungli Lewat Teknologi

Lawan Pungli: Daerah Yang Sukses Melawan Pungli Lewat Teknologi keberhasilan sejumlah daerah dalam menerapkan digitalisasi membuktikan bahwa inovasi teknologi bisa menjadi senjata ampuh melawan pungli. Kota Surabaya, misalnya, telah menerapkan sistem pembayaran retribusi pasar secara digital menggunakan QR code dan aplikasi mobile sejak 2022. Hasilnya, pendapatan retribusi meningkat signifikan karena tidak ada lagi kebocoran di tingkat lapangan.

“Dulu banyak oknum petugas yang memungut retribusi tanpa menyetorkannya secara utuh. Setelah digitalisasi, pedagang bisa langsung membayar ke kas daerah lewat aplikasi,” kata Dini Puspitasari, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Surabaya. Ia mencatat peningkatan pendapatan hingga 18% dalam satu tahun, serta menurunnya keluhan pungli dari pedagang pasar.

Hal serupa terjadi di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, melalui platform Smart Kampung. Aplikasi ini memungkinkan warga desa mengakses berbagai layanan publik secara online, mulai dari pembuatan KTP, surat keterangan usaha, hingga pengaduan sosial. Setiap permohonan memiliki nomor pelacakan dan estimasi waktu penyelesaian yang jelas.

Menurut survei internal Pemkab Banyuwangi, tingkat kepuasan warga terhadap layanan publik meningkat dari 72% pada 2020 menjadi 86% pada akhir 2023. Selain itu, laporan praktik pungli turun drastis, karena tidak ada lagi interaksi langsung yang bisa dimanfaatkan oknum.

Contoh lainnya datang dari Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Melalui program Makassar Recover, Pemkot mendorong penggunaan e-government untuk layanan kesehatan dan administrasi. Warga kini bisa mengakses layanan rumah sakit, vaksinasi, hingga administrasi kependudukan lewat satu portal terintegrasi.

Ini menegaskan bahwa digitalisasi adalah bagian dari upaya memperkuat “kota pintar” dan menghapus korupsi skala kecil. Dengan tidak memberi ruang pada pungli karena semua sudah terdata digital dan bisa diawasi publik.

Tantangan Serius Dalam Penerapan Digitalisasi

Tantangan Serius Dalam Penerapan Digitalisasi meskipun menjanjikan, digitalisasi pelayanan publik di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan besar. Salah satu yang paling krusial adalah kesenjangan infrastruktur digital antara kota besar dan wilayah tertinggal.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan bahwa sekitar 42% desa di Indonesia belum memiliki akses internet yang stabil, sementara 28% tidak memiliki perangkat komputer atau printer di kantor desa. Hal ini membuat penerapan layanan digital tersendat, terutama di daerah terpencil dan perbatasan.

Selain itu, literasi digital aparatur negara masih menjadi hambatan utama. Banyak pegawai pelayanan publik, terutama di daerah, belum memiliki keterampilan dasar untuk mengoperasikan aplikasi layanan digital. Menurut survei LAN (Lembaga Administrasi Negara) pada 2023, hanya 52% ASN di tingkat kecamatan yang mahir menggunakan sistem layanan elektronik.

Belum lagi resistensi budaya dari sebagian aparatur yang merasa terancam penghasilannya oleh sistem digital. Beberapa laporan Ombudsman menyebutkan adanya sabotase internal terhadap sistem digital yang baru di terapkan, seperti mematikan jaringan internet atau menyulitkan warga agar tetap mau “membayar pelicin”.

Di sisi lain, masalah keamanan data pribadi menjadi kekhawatiran tersendiri. Sejumlah kebocoran data yang terjadi di platform pemerintah menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat dalam mengisi data secara daring. Perlindungan data dan sistem keamanan informasi menjadi hal penting yang harus di prioritaskan jika digitalisasi ingin berjalan optimal.

Rekomendasi Strategis Menuju Layanan Publik Bebas Pungli

Rekomendasi Strategis Menuju Layanan Publik Bebas Pungli menghadapi tantangan tersebut, pendekatan strategis yang integratif di perlukan untuk menjadikan digitalisasi sebagai alat efektif dalam pemberantasan pungli. Berikut tiga langkah utama yang disarankan oleh para ahli dan praktisi birokrasi:

Pertama, perluasan infrastruktur digital hingga ke desa-desa. Pemerintah harus mempercepat pembangunan jaringan internet dan pengadaan perangkat digital di seluruh kantor pelayanan publik. Kolaborasi dengan sektor swasta, seperti provider jaringan dan penyedia aplikasi, menjadi kunci agar digitalisasi tidak berhenti di kota besar saja.

Kedua, peningkatan kapasitas aparatur. Pelatihan teknis dan manajerial bagi ASN, terutama di daerah, harus menjadi prioritas. Materi pelatihan mencakup tidak hanya penggunaan teknologi, tetapi juga integritas, etika pelayanan, dan cara menangani pengaduan secara profesional.

Ketiga, keterlibatan masyarakat dalam pengawasan. Platform layanan digital sebaiknya di lengkapi fitur pelaporan, umpan balik, rating petugas, dan pelacakan status layanan secara transparan. Warga juga harus terus di berdayakan untuk memahami hak-haknya dan berani melaporkan setiap indikasi pungli melalui kanal resmi seperti:

  • Lapor.go.id
  • Aplikasi Saber Pungli
  • Website dan call center pemda setempat

Organisasi masyarakat sipil, media, dan lembaga swadaya masyarakat juga bisa berperan sebagai watchdog terhadap proses digitalisasi ini. Evaluasi berkala dari lembaga seperti Ombudsman RI dan KPK akan semakin memperkuat upaya tersebut.

“Digitalisasi hanya akan berdampak jika ada partisipasi dan pengawasan publik. Harus ada perubahan budaya pelayanan, bukan sekadar perubahan alat,” kata Dr. Bivitri Susanti, ahli hukum tata negara.

Digitalisasi pelayanan publik bukanlah solusi instan, namun merupakan langkah penting dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel. Dengan dukungan infrastruktur yang memadai, sumber daya manusia yang kompeten, dan keterlibatan aktif masyarakat, digitalisasi dapat menjadi ujung tombak dalam memberantas praktik pungutan liar. Ke depan, Indonesia di harapkan tidak hanya memiliki birokrasi yang canggih secara teknologi, tetapi juga bersih secara etika dan layanan. Semua upaya ini pada akhirnya bermuara pada satu tujuan: Lawan Pungli.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait